Kita boleh saja bangga menjadi daerah tetangga Kabupaten Morowali. Sebuah daerah yang menjadi penghasil minyak bumi di Indonesia. Sebab, sebagai derah tetangga, Kabupaten Banggai harusnya “keciprat” bagian dari hitung-hitungan bagi hasil. Sayangnya, sampai sekarang kita tidak pernah menerima bagian itu.
Judul tulisan ini sengaja diambil untuk mempertegas soal ketidak jelasan bagian Kabupaten Banggai dari produksi minyak bumi di lapangan minyak tiaka itu. Hal ini penting agar kita tidak selalu bangga soal proyek Migas, karena faktanya, proyek Migas di Tiaka itu sama sekali belum menguntungkan daerah kita.
Pada tahun 2011 yang lalu, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 222/PMK.07/2011 tentang Alokasi Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi tahun anggaran 2011, sebagai daerah penghasil Kabupaten Morowali mendapatkan bagian sebesar Rp1,6 miliyar. Dan sebagai daerah tetangga, Kabupaten Banggai mendapatkan bagian sebesar Rp165.732.839.
Haya saja, bagian Kabupaten Banggai yang sebesar Rp165 juta itu, tidak dicatat sebagai pendapatan anggaran transfer (dana perimbangan) dalam dokumen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2011. Menurut Dinas PPKAD Kabupaten Banggai, kita tidak pernah mendapatkan “kiriman” anggaran itu dari pusat.
Kemudian pada tahun 2012, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 08/PMK.07/2012 tentang perkiraan alokasi dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi tahun anggaran 2012, sebagai daerah tetangga, Kabupaten Banggai kembali mendapatkan bagian sebesar Rp279.429.000. Pada tahun ini juga, diterbitkan PMK Nomor 78/PMK.07/2012 tentang Alokasi Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi Dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2011 Yang Dialokasikan Dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2012, yang menurut PMK itu, masih ada bagian Kabupaten Banggai tahun 2011 yang akan diberikan pada tahun 2012 ini, yakni sebesar Rp66.340.329.
Hanya saja, tidak terlihat juga realisasi catatan bagian Kabupaten Banggai yang ada di dalam PMK-PMK tersebut sebagai target pendapatan dalam Dana Perimbangan tahun ini. Lihat saja dalam dokumen KUA PPAS Perubahan 2012, kedua dokumen itu sama sekali tidak bercerita soal tetesan minyak tiaka. Anehnya, belum ada alasan yang jelas soal mengapa bagian Kabupaten Banggai atas bagi hasil minyak tiaka itu, tidak diperhitungkan dalam target pendapatan daerah.
Yang menjadi tanda tanya besar bagi kita adalah, kemana sebenarnya minyak tiaka itu menetes? Kalau tidak masuk dan tercatat dalam APBD Banggai, lalu masuk kemana? dimana uang itu sekarang? siapa yang menikmati? digunakan untuk apa? Dan apakah masih ada sisanya atau tidak? semua pertanyaan itu tak satupun yang bisa menjawab.
Anehnya, DPRD Banggai sebagai lembaga yang berhak untuk membahas urusan anggaran, tidak pernah mempertanyakan masalah ini. Apakah mereka tidak tahu? ataukah pura pura tidak tahu? Ini juga masih menjadi misteri.
Padahal kalau kita mau menutut, lapangan minyak tiaka sudah berproduksi sejak tahun 2005 dan mulai ada lifting tahun 2006. Berarti, sejak tahun itu mestinya Kabupaten Banggai ikut menikmati bagiannya. Tapisudahlah, tak usah kita cari yang sudah bertahun-tahun itu, tapi setidaknya bagaimana dengan bagian kita di tahun 2011 yang lalu? haruskah kita diam dan menganggap dana itu hangus?, seburuk itukah sistim anggaran kita? Lalu untuk apa pejabat daerah bolak balik ke Jakarta yang katanya mencari anggaran, kalau toh hasilnya untuk tetesan minyak tiaka saja tak bisa ditemukan?
Kalau menurut Laporan Keuangan Trasfer ke Daerah (BA 999.05) (Audited) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementrian Keuangan mencatat, per 31 Desember 2011 yang lalu telah dilakukan transfer dana bagi hasil Sumber Daya Alam Minyak Bumi ke Kabupaten Banggai sebesar Rp232.500.816. Tapi kenapa dana itu tak pernah kita lihat? Sekali lagi, kemana anggaran hasil pembagian minyak tiaka ini menetes? Ayolah dijawab, please…! (*)
Judul tulisan ini sengaja diambil untuk mempertegas soal ketidak jelasan bagian Kabupaten Banggai dari produksi minyak bumi di lapangan minyak tiaka itu. Hal ini penting agar kita tidak selalu bangga soal proyek Migas, karena faktanya, proyek Migas di Tiaka itu sama sekali belum menguntungkan daerah kita.
Pada tahun 2011 yang lalu, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 222/PMK.07/2011 tentang Alokasi Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi tahun anggaran 2011, sebagai daerah penghasil Kabupaten Morowali mendapatkan bagian sebesar Rp1,6 miliyar. Dan sebagai daerah tetangga, Kabupaten Banggai mendapatkan bagian sebesar Rp165.732.839.
Haya saja, bagian Kabupaten Banggai yang sebesar Rp165 juta itu, tidak dicatat sebagai pendapatan anggaran transfer (dana perimbangan) dalam dokumen Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2011. Menurut Dinas PPKAD Kabupaten Banggai, kita tidak pernah mendapatkan “kiriman” anggaran itu dari pusat.
Kemudian pada tahun 2012, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 08/PMK.07/2012 tentang perkiraan alokasi dana bagi hasil sumber daya alam pertambangan minyak bumi dan gas bumi tahun anggaran 2012, sebagai daerah tetangga, Kabupaten Banggai kembali mendapatkan bagian sebesar Rp279.429.000. Pada tahun ini juga, diterbitkan PMK Nomor 78/PMK.07/2012 tentang Alokasi Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi Dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2011 Yang Dialokasikan Dalam Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2012, yang menurut PMK itu, masih ada bagian Kabupaten Banggai tahun 2011 yang akan diberikan pada tahun 2012 ini, yakni sebesar Rp66.340.329.
Hanya saja, tidak terlihat juga realisasi catatan bagian Kabupaten Banggai yang ada di dalam PMK-PMK tersebut sebagai target pendapatan dalam Dana Perimbangan tahun ini. Lihat saja dalam dokumen KUA PPAS Perubahan 2012, kedua dokumen itu sama sekali tidak bercerita soal tetesan minyak tiaka. Anehnya, belum ada alasan yang jelas soal mengapa bagian Kabupaten Banggai atas bagi hasil minyak tiaka itu, tidak diperhitungkan dalam target pendapatan daerah.
Yang menjadi tanda tanya besar bagi kita adalah, kemana sebenarnya minyak tiaka itu menetes? Kalau tidak masuk dan tercatat dalam APBD Banggai, lalu masuk kemana? dimana uang itu sekarang? siapa yang menikmati? digunakan untuk apa? Dan apakah masih ada sisanya atau tidak? semua pertanyaan itu tak satupun yang bisa menjawab.
Anehnya, DPRD Banggai sebagai lembaga yang berhak untuk membahas urusan anggaran, tidak pernah mempertanyakan masalah ini. Apakah mereka tidak tahu? ataukah pura pura tidak tahu? Ini juga masih menjadi misteri.
Padahal kalau kita mau menutut, lapangan minyak tiaka sudah berproduksi sejak tahun 2005 dan mulai ada lifting tahun 2006. Berarti, sejak tahun itu mestinya Kabupaten Banggai ikut menikmati bagiannya. Tapisudahlah, tak usah kita cari yang sudah bertahun-tahun itu, tapi setidaknya bagaimana dengan bagian kita di tahun 2011 yang lalu? haruskah kita diam dan menganggap dana itu hangus?, seburuk itukah sistim anggaran kita? Lalu untuk apa pejabat daerah bolak balik ke Jakarta yang katanya mencari anggaran, kalau toh hasilnya untuk tetesan minyak tiaka saja tak bisa ditemukan?
Kalau menurut Laporan Keuangan Trasfer ke Daerah (BA 999.05) (Audited) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementrian Keuangan mencatat, per 31 Desember 2011 yang lalu telah dilakukan transfer dana bagi hasil Sumber Daya Alam Minyak Bumi ke Kabupaten Banggai sebesar Rp232.500.816. Tapi kenapa dana itu tak pernah kita lihat? Sekali lagi, kemana anggaran hasil pembagian minyak tiaka ini menetes? Ayolah dijawab, please…! (*)