MEDIA BANGGAI-Luwuk. Program pembuatan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP di Kabupaten Banggai disinyalir menjadi ajang bisnis oknum petugas di masing-masing desa dan kecamatan, menyusul adanya pungutan yang muncul dengan dalih karena prosesnya ada yang dialihkan dari kecamatan ke desa. Sinyalemen ini disampaikan warga di Kecamatan Nuhon.“Saya menduga ada kerja sama oknum di kecamatan, sengaja mengalihkan pengurusannya di desa, supaya ada alasan kami disuruh membayar untuk biaya tertentu, sehingga ada yang bisa dibagi, karena kalau dibuat kecamatan, semuanya gratis dan tidak ada yang dibagi-bagi,” sindir warga SPC Desa Jaya Makmur,Kecamatan Nuhon, Rabu (12/3) kemarin.
Masyarakat menyayangkan sikap pemerintah daerah terkesan diam dan membiarkan persoalan ini berlalut-larut, sebab masalah ini sudah beberapa kali diekspose melalui media massa, namun tak ditanggapi. Jika pemerintah daerah masih tak mendengar keluhan warganya kata dia, maka pemerintah daerah khususnya Dinas Catatan Sipil sebaiknya turun kembali ke masyarakat menjelaskan bahwa program pembuatan e-KTP itu tidak gratis.
“Kita bukan tidak mampu bayar, mengurus SIM yang sampai ratusan ribu saja kita mampu apalagi cuma Rp.10.000, yang jadi masalah ini program dari pemerintah katanya gratis, kalau memang ini program ada biayanya, lebih baik pemerintah waktu sosialisasi jelaskan kalau ini tetap ada biayanya ketika dialihkan ke desa, supaya warga tahu ini tidak gratis,” sebut warga itu.
Terpisah, Kepala Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Banggai, Dra.Martje Kapoh,Apt,M.Kes yang dikonformasi di ruang kerjanya Rabu(12/9) kemarin menegaskan, program e-KTP adalah program dari pemerintah pusat yang tidak dikenakan biaya apapun.
“Saya tegaskan program e-KTP sama sekali tidak bayar,” terangnya.
Terkait persoalan pembuatan e-KTP yang masih dikenakan pungutan khususnya diwilayah kecamatan Nuhon, ia mengaku sudah mengetahuinya dan sudah bicara dengan pihak-pihak terkait. Adanya biaya apabila pengurusannya di kantor desa, dimaksudkan untuk menanggulangi ongkos mobilisasi alat, biaya operator di desa dan lain-lain yang menjadi keperluan dalam pengurusan.
“Saya sudah bicara sama kades dan camat, kata camat itu inisiatif kades yang menyarankan kepada masyarakat. Katanya dari pada mereka ke kecamatan untuk mengurus perlu biaya besar, apalagi kalau warga yang tinggalnya jauh, berapa biaya ongkos transportasinya,
Jadi kepala desa minta agar petugas kecamatan yang ke desa, dan untuk proses itu butuh biaya angkut alat, operator dan lain-lainnya, semacam itu kata kades,” terang wanita yang memiliki gelar magister kesehatan ini.
Martje menambahkan, pelayanan e-KTP diperbolehkan dilakukan di kantor desa, namun pelayanan pembuatan e-KTP di kantor kecamatan harus tetap berjalan sebagaimana biasanya.
“Kalau di desa ada, di kecamatan harus tetap ada juga, karena program ini memang seharusnya dilakukan di kecamatan, yang penting jangan ada masyarakat yang komplain,” tegasnya.* heRu/safril