MEDIA BANGGAI-Luwuk. Sikap PT.Bank Sulteng Cabang Luwuk yang “menahan” pemberian bagian deviden Pemda Banggai atas penyertaan modal tahun 2011 senilai Rp500 juta, dinilai sangat merugikan daerah. Pasalnya, deviden tersebut harusnya sudah diterima pemerintah daerah dan sudah dipergunakan untuk kebutuhan belanja daerah.
Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Banggai, Moh. Nurwahid,SE, mengatakan, harusnya pihak Bank Sulteng memberikan hak Pemda Banggai atas deviden tersebut. Pasalnya, hak deviden tersebut adalah hak pemerintah daerah, dan bukan hak pribadi pejabat yang menjadi perwakilan Pemda dalam struktur PT.Bank Sulteng sebagai pesaham.
“Karena ini hak pemerintah daerah, harusnya diberikan. Karna ini terkait dengan pendapatan dan belanja daerah,” tuturnya.
Kata dia, akibat tidak diberikan deviden tersebut, maka daerah dirugikan dari aspek pemanfaatan dana tersebut. Selain itu kerugian lain adalah karena dana tersebut tidak masuk ke kas daerah yang ada di Bank Sulteng, maka uang tersebut tidak diberikan jasa giro.
“Apalagi masalah yang menjadi kendala adalah antara Bank Sulteng dan Bank BI, bukan kesalahan Pemda,” tuturnya.
Kepala Dinas PPKAD Kabupaten Banggai, Imran Suni, menjelaskan, masalah deviden tersebut memang menjadi dilema. Harusnya sudah diserahkan kepada Pemda Banggai sebagi hak atas penyertaan modal. Namun kata dia, yang harus dipahami, Pemda Banggai adalah merupakan pesaham di bank itu. Sebagai pesaham, maka kondisi yang dihadapi Bank Sulteng juga harus menjadi bagian dari tanggung jawab Pemda Banggai sebagai pesaham.
“Saya tidak memastikan, mungkin saja ada hitung-hitungan teknis antara BI dan Bank Sulteng soal keberadaan modal yang dimiliki, sehingga diminta dana deviden itu belum bisa keluar. Artinya, kalau ada kendala teknis soal keuangan di internal Bank Sulteng, maka Pemda Banggai juga harus ikut menanggung, karena itu konsekwensi sebagai pesaham,” tuturnya. *gafar
Sekretaris Komisi C DPRD Kabupaten Banggai, Moh. Nurwahid,SE, mengatakan, harusnya pihak Bank Sulteng memberikan hak Pemda Banggai atas deviden tersebut. Pasalnya, hak deviden tersebut adalah hak pemerintah daerah, dan bukan hak pribadi pejabat yang menjadi perwakilan Pemda dalam struktur PT.Bank Sulteng sebagai pesaham.
“Karena ini hak pemerintah daerah, harusnya diberikan. Karna ini terkait dengan pendapatan dan belanja daerah,” tuturnya.
Kata dia, akibat tidak diberikan deviden tersebut, maka daerah dirugikan dari aspek pemanfaatan dana tersebut. Selain itu kerugian lain adalah karena dana tersebut tidak masuk ke kas daerah yang ada di Bank Sulteng, maka uang tersebut tidak diberikan jasa giro.
“Apalagi masalah yang menjadi kendala adalah antara Bank Sulteng dan Bank BI, bukan kesalahan Pemda,” tuturnya.
Kepala Dinas PPKAD Kabupaten Banggai, Imran Suni, menjelaskan, masalah deviden tersebut memang menjadi dilema. Harusnya sudah diserahkan kepada Pemda Banggai sebagi hak atas penyertaan modal. Namun kata dia, yang harus dipahami, Pemda Banggai adalah merupakan pesaham di bank itu. Sebagai pesaham, maka kondisi yang dihadapi Bank Sulteng juga harus menjadi bagian dari tanggung jawab Pemda Banggai sebagai pesaham.
“Saya tidak memastikan, mungkin saja ada hitung-hitungan teknis antara BI dan Bank Sulteng soal keberadaan modal yang dimiliki, sehingga diminta dana deviden itu belum bisa keluar. Artinya, kalau ada kendala teknis soal keuangan di internal Bank Sulteng, maka Pemda Banggai juga harus ikut menanggung, karena itu konsekwensi sebagai pesaham,” tuturnya. *gafar