*Tuntut Ganti Rugi PT Kumala
MEDIA BANGGAI-LUWUK. Jalan koridor milik PT. Kumala, salah satu perusahaan yang melakukan pengolahan bahan tambang nikel di Kecamatan Bunta, kembali di blokir warga, yang mengklaim sebagai ahli waris pemilik tanah, yang telah dijadikan sebagai jalan dan tempat penimbunan material.
Menurut Syafrizal Djibran, warga Kecamatan Bunta yang menjadi kuasa ahli waris, saat bertandang di Kantor Redaksi Media Banggai, Selasa (24/4) tadi malam, berdasarkan Surat Keluasan, yang dikeluarkan Kepala Pemerintahan Negeri Banggai, S.A Amir, pada tanggal 21 Oktober 1950 dan diperkuat dengan surat Prangkat Adat dan Lembaga Musyawarah Adat Banggai, yang ditanda tangani Tomundo Banggai, Moh. Chair Amir, pada 8 Maret 2012, tanah tersebut masih merupakan milik Alm. Galib Djibran, dan belum pernah dibebaskan pihak PT. Kumala.
“Sampai saat ini, ahli waris Alm. Galib Djibran, sebagai pemilik lahan, belum pernah menerima ganti rugi lahan yang telah digunakan PT. Kumala sebagai jalan koridor, sepanjang 12 meter kali empat kilometer, sehingga ahli waris tetap melakukan pemblokian jalan,” jelas Rizal, sapaan Syafrizal Djibran. Sehari setelah pemblokiran jalan itu, sambung dia, tepatnya pada Minggu (15/4), pihak perusahaan sudah melakukan negosiasi dengan ahli waris, dan PT. Kumala, berjanji akan menyelesaikan ganti rugi sebesar Rp.500 juta. Namun, pada hari Sabtu (21/4) lalu, pihak PT. Kumala, membatalkan kesepakatan awal dan hanya sanggup membayar Rp.25 juta, itu pun bukan ganti rugi, tetapi uang kemanusiaan.
Sikap perusahaan seperti ini, tambah dia, membuat ahli waris merasa tersinggung, sehingga diharapkan agar PT. Kumala, masih membuka ruang muyawarah dengan ahli waris, guna menyelesaikan permasalahan ini. *Aswad
Menurut Syafrizal Djibran, warga Kecamatan Bunta yang menjadi kuasa ahli waris, saat bertandang di Kantor Redaksi Media Banggai, Selasa (24/4) tadi malam, berdasarkan Surat Keluasan, yang dikeluarkan Kepala Pemerintahan Negeri Banggai, S.A Amir, pada tanggal 21 Oktober 1950 dan diperkuat dengan surat Prangkat Adat dan Lembaga Musyawarah Adat Banggai, yang ditanda tangani Tomundo Banggai, Moh. Chair Amir, pada 8 Maret 2012, tanah tersebut masih merupakan milik Alm. Galib Djibran, dan belum pernah dibebaskan pihak PT. Kumala.
“Sampai saat ini, ahli waris Alm. Galib Djibran, sebagai pemilik lahan, belum pernah menerima ganti rugi lahan yang telah digunakan PT. Kumala sebagai jalan koridor, sepanjang 12 meter kali empat kilometer, sehingga ahli waris tetap melakukan pemblokian jalan,” jelas Rizal, sapaan Syafrizal Djibran. Sehari setelah pemblokiran jalan itu, sambung dia, tepatnya pada Minggu (15/4), pihak perusahaan sudah melakukan negosiasi dengan ahli waris, dan PT. Kumala, berjanji akan menyelesaikan ganti rugi sebesar Rp.500 juta. Namun, pada hari Sabtu (21/4) lalu, pihak PT. Kumala, membatalkan kesepakatan awal dan hanya sanggup membayar Rp.25 juta, itu pun bukan ganti rugi, tetapi uang kemanusiaan.
Sikap perusahaan seperti ini, tambah dia, membuat ahli waris merasa tersinggung, sehingga diharapkan agar PT. Kumala, masih membuka ruang muyawarah dengan ahli waris, guna menyelesaikan permasalahan ini. *Aswad